JepangBasah – Yu Kawakami awalnya menikah dengan seorang duda beranak satu karena alasan yang sederhana—ia ingin memulai hidup baru setelah masa mudanya yang penuh luka. Anak sambungnya, Haru, seorang remaja pendiam berusia 16 tahun, awalnya membuatnya canggung. Namun, perlahan, sikap sopan dan perhatian Haru mulai meluluhkan hatinya. Setiap pagi ketika Haru mengucapkan “terima kasih” atas bekal yang disiapkannya, atau saat ia dengan tenang membantunya merapikan rumah tanpa diminta, Yu mulai merasakan sesuatu yang tak pernah ia sangka akan tumbuh—sebuah kasih sayang tulus yang tak sekadar kewajiban sebagai ibu tiri.
Seiring waktu, perasaan itu berkembang, bukan lagi sekadar simpati atau rasa hormat. Yu mulai menyadari bahwa perhatian Haru bukan hanya menyentuh sisi keibuannya, tetapi juga membuka ruang dalam hatinya yang sudah lama tertutup. Ia tersenyum ketika Haru bercerita tentang sekolah, merasa hangat ketika anak itu mencemaskan kesehatannya, dan diam-diam menanti setiap momen kebersamaan. Perasaannya pun mulai kabur antara kasih sayang ibu dan rasa sayang yang lebih dalam, yang tak seharusnya ada. Dalam hati, Yu bertarung dengan batas-batas moral, berusaha meyakinkan diri bahwa cinta yang tumbuh bukanlah kesalahan—meski ia tahu, beberapa perasaan harus cukup hidup dalam diam.
